Akidah dan manhaj
SEKILAS FAIDAH TENTANG AQIDAH DAN MANHAJ
(Bagian 1)
Dari DAURAH SYAR'IYYAH
Bersama Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily hafidzahullahu di Kota Surakarta
📅 Selasa, 24 Januari 2017
✔️ Pembukaan Daurah
1. Pondasi ilmu ada dua: mengenal Allah dan mengenal ibadah
2. Mengenal Allah adalah dengan memahami tiga bentuk tauhid:
(Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma' wa Sifat)
3. Mengenal ibadah yang Allah menciptakan kita karenanya, sebagaimana Allah berfirman,
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat : 56)
4. Poros ibadah ada pada ikhlas dan mutaba'ah (mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam)
5. Diantara bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya adalah Dia menjadikan diantara bentuk ibadah adalah menunaikan hak-hak manusia.
6. Hak-hak manusia yang harus ditunaikan:
a. Yang pertama adalah hak Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
b. Yang kedua adalah hak kedua orang tua
c. Yang ketiga adalah hak pemimpin kaum muslimin
d. Yang keempat adalah hak sesama kaum muslimin
7. Kaum muslimin terbagi menjadi tiga golongan:
yang berlomba-lomba dalam kebaikan, yang pertengahan, dan yang mendzalimi diri sendiri.
8. Yang mendzalimi diri sendiri terbagi menjadi dua golongan: pelaku kemaksiatan dan pelaku kebid'ahan.
9. Memperbaiki pelaku kebid'ahan diantaranya dengan menjelaskan kepada mereka tentang sunnah dan kebenaran dengan cara yang lemah lembut, karena diantara mereka ada yang belum tahu kebenaran (bukan penentang atau keras kepala)...seperti yang Allah kabarkan di dalam Al-Qur'an,
قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَـٰلاً (١٠٣) ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُہُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّہُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. Al-Kahfi : 103-104)
Adapun menyikapi dengan keras ini disyariatkan bagi yang menentang.
10. Harus bisa dibedakan antara Al-Mudaarah (ini yang diperbolehkan) yaitu merangkul pelaku kebid'ahan atau kemaksiatan (kepada kebenaran) dengan ucapan yang baik meski tetap mengingkari kemaksiatan dan kebid'ahannya.
Dan Al-Mudaahanah (ini yang dilarang) yaitu merangkul mereka dengan melegalkan kebid'ahan atau kemaksiatan mereka. Maka jangan bermudaahanah di dalam agama Allah akan tetapi sampaikan kebenaran dengan cara yang baik dan jangan diam dari kemungkaran.
http://bit.ly/2jc96av
****************
SEKILAS FAIDAH TENTANG AQIDAH DAN MANHAJ
(Bagian 2)
Dari DAURAH SYAR'IYYAH
Bersama Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily hafidzahullahu di Kota Surakarta
Kajian kitab "Al Ihkam fii sabri ahwaal al hukkaam wa maa yusyra' li ar ra'iyyah fiiha minal ahkaam"
📅 Selasa Malam, 24 Januari 2017
✔️ Muqaddimah (hal 5-7)
1. Bab imamah atau khilafah termasuk pembahasan pertama yang menjadi polemik dalam sejarah pertama umat islam. Salah memahami hal ini menimbulkan kebid'ahan. Karenanya muncul kelompok Syiah dan Khawarij serta terjadi banyak fitnah besar dan tragedi berdarah.
2. Menjelaskan masalah ini di saat ini amatlah dibutuhkan oleh kaum muslimin, terlebih lagi setelah banyaknya fitnah kudeta dan demonstrasi, takfir (pengkafiran terhadap kaum muslimin dan pemimpin kaum muslimin tanpa haq) serta peledakan.
3. Demonstrasi merupakan benih kudeta dan bukan metode syar'i. Dan demonstrasi merupakan salah satu sifat Khawarij sebagaimana yang terjadi di zaman Utsman Radhiyallahu 'anhu.
4. Dakwah salafiyah berlepas diri dari demonstrasi (baik yang damai apalagi yang anarkis).
5. Demonstrasi menyalahi sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang memerintahkan kita untuk menasehati pemimpin dengan cara sembunyi-sembunyi.
6. Demonstrasi menjadi sumber berkumpulnya tukang-tukang fitnah (provokator).
7. Seandainya demontrasi dilakukan selama satu bulan maka banyak orang yang mati, karena demo mematikan banyak aktivitas manusia.
8. Demonstrasi tetap haram meski Pemerintah membolehkan, karena pemerintah tidak berhak untuk menghalalkan apa yang Allah haramkan. Dan pemimpin tidak boleh ditaati dalam maksiat.
9. Ulama bukanlah yang menyandang ijazah-ijazah akademik. Tapi ulama adalah mereka yang paham aqidah salaf.
10. Aqidah salaf tidak harus merupakan ijma' salaf. Dan kesalahan sebagian ulama salaf tidak bisa dikategorikan sebagai aqidah salaf.
http://bit.ly/2jz1nnM
**********************
SEKILAS FAIDAH TENTANG AQIDAH DAN MANHAJ
(Bagian 3)
Dari DAURAH SYAR'IYYAH
Bersama Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily hafidzahullahu di Kota Surakarta
Kajian kitab "Al Ihkam fii sabri ahwaal al hukkaam wa maa yusyra' li ar ra'iyyah fiiha minal ahkaam"
📅 Hari Rabu, 25 Januari 2017
✔️ Pembahasan Halaman 8-20
1. Masalah wajibnya mendengar dan taat kepada penguasa kaum muslimin dan haramnya kudeta terhadap mereka merupakan masalah yang sudah jelas dalil-dalilnya dan bukan masalah ijtihadiyah.
2. Imam An Nawawi rahimahullahu berkata: Adapun memberontak dan melengserkan pemimpin kaum muslimin maka itu haram menurut ijma' kaum muslimin meskipun mereka (pemimpin-red) fasik dan dzalim. (syarah an nawawi 'ala shahih muslim 12/228)
3. Metode diangkatnya pemimpin kaum muslimin ada tiga:
▶️ Baiat*, seperti sahabat membaiat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
▶️ Pemimpin yang pertama mengangkat pemimpin yang berikutnya, seperti Abu Bakar mengangkat Umar radhiyallahu 'anhu.
▶️ Kudeta **
4. Perbedaan antara pemilu dan musyawarah ahlu al halli wal 'aqdi dalam Islam diantaranya adalah pemilu itu menyamakan antara suara Ulama dengan orang jahil atau anak kecil atau perempuan.
5. Diantara perbedaan ahlussunnah dengan khawarij adalah khawarij berkeyakinan tidak wajib mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin yang fasik atau yang tidak berhukum dengan hukum Allah.
6. Mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin itu disyariatkan demi kemaslahatan umat.
7. Oleh karenanya (point 6 diatas), demonstrasi tetap diharamkan meski pemimpin kaum muslimin membolehkan karena kemadharatan demonstrasi itu akan kembali kepada umat.
8. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk kita bersabar terhadap pemimpin kaum muslimin akan tetapi para provokator di zaman ini memerintahkan umat untuk revolusi/kudeta, bahkan menyatakan bahwa bersabar dalam hal ini merupakan bentuk penggembosan serta pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Maka silahkan orang beriman untuk memilih, siapa yang dia mau ikuti dan taati?
—----------------------
* Dalam Islam Baiat hanya untuk pemimpin kaum muslimin, entah namanya Presiden, Raja, atau Khalifah. Baiat bukan untuk pemimpin pengajian, ketua ormas, ulama atau tokoh agama.
** Secara asal kudeta terhadap pemimpin muslim itu haram. Akan tetapi jika yang mengkudeta itu berhasil dan diangkat menjadi pemimpin kaum muslimin, maka wajib untuk mendengar dan taat kepadanya.
http://bit.ly/2j9XU38
*******************
SEKILAS FAIDAH TENTANG AQIDAH DAN MANHAJ
(Bagian 4)
Dari DAURAH SYAR'IYYAH
Bersama Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily hafidzahullahu di Kota Surakarta
Kajian kitab "Al Ihkam fii sabri ahwaal al hukkaam wa maa yusyra' li ar ra'iyyah fiiha minal ahkaam"
📅 Hari Rabu, 25 Januari 2017
✔️ Pembahasan Halaman 21-35
1. Keadaan dan perbuatan pemimpin kaum muslimin ada dua kategori: perbuatan yang berkaitan dengan pribadinya dan yang berkaitan dengan perintah/aturan untuk rakyatnya.
2. Perbuatan pemimpin yang berkaitan dengan pribadinya ada lima bentuk:
▶️ Melaksanakan yang wajib maupun yang mustahab
▶️ Melaksanakan yang mubah
▶️ Meninggalkan yang mustahab dan melakukan yang makruh
▶️ Melaksanakan yang haram baik kebid’ahan maupun kemaksiatan
▶️ Melaksanakan yang kufur
3. Jika pemimpin melaksanakan yang wajib maupun yang mustahab maka ini mengharuskan untuk dicintai dan didukung. Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍ۬ۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar." (QS. At-Taubah : 71)
Baca selengkapnya:
http://bit.ly/2jPPM3T
*******************
WASIAT EMAS BAGI PENGIKUT MANHAJ SALAF*
(Edisi 1)
✔️ Muqaddimah
Aku memuji Allah yang maha mulia atas nikmat-Nya yang begitu banyak yang diberikan kepada umat ini secara umum dan kepada Ahlussunnah wal Jamaah secara khusus. Dialah yang telah menerangi jalan mereka, sehingga mereka bisa melihat dan merasa tenang.
Bagaimana mereka tidak dapat melihat dan tidak bisa merasa tenang, sedangkan mereka mencari penerang/petunjuk dari Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salafush shalih (para pendahulu) mereka dari kalangan sahabat dan tabi'in (serta tabi’ut tabi’in) yang hidup pada zaman kemuliaan. Dikala sebagian manusia menyimpang dari jalan mereka dan tidak menentu arahnya, sehingga mereka –na’udzubillah- terfitnah dengan syubhat yang menyesatkan dan mereka tenggelam dalam syahwat.
Meskipun demikian, –alhamdulillah- masih banyak dari manusia yang ingin bertaubat kepada Allah dengan menelusuri jejak/metode salafush shalih serta lari dari kelompok-kelompok sesat dan dari syubhat-syubhat yang membuat akal dan hati mereka merasa sakit selama bertahun-tahun lamanya serta menyia-nyiakan jerih payah mereka selama waktu yang lama tersebut. Hingga mereka pun (sebetulnya) mengatakan: aku tidak ingin hizbiyah (fanatik golongan), aku tidak ingin Jamaah Tabligh, aku tidak ingin kelompok Tasawwuf/Sufi, aku tidak ingin kelompok Ikhwanul Muslimin, aku tidak ingin kelompok Quthbiyah (pengagung sayyid Quthub) dan aku juga tidak ingin partai politik. Akan tetapi aku menginginkan Salafiyah An-Nabawiyah (sebagai pengikut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu 'anhum).
Tidak diragukan lagi, bahwa taubatnya mereka kepada manhaj salafi sangat menggembirakan kita semua. Ahlus Sunnah adalah orang yang paling kasih sayang kepada manusia sebagaimana mereka adalah orang yang paling mengetahui tentang kebenaran.
Bagaimana mereka tidak bergembira dengan taubatnya orang yang bertaubat?
Sedangkan mereka mendengar sabda Nabi:
لله أشد فرحا بتوبة أحدكم، من أحدكم سقط على بعيره وقد أضله في أرض فلاة
"Sungguh Allah bergembira dengan taubat hamba-Nya dari salah seorang kalian yang jatuh dari untanya dan dia kehilangan untanya (kemudian dia menemukannya kembali)" (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam:
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
"Tidak (sempurna) iman salah seorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sepeti dia mencintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi rasa gembira ini diiringi oleh rasa sedih dan duka atas apa yang kami temui dan yang kami saksikan pada sebagian mereka yang bertaubat ke jalan salaf dari rasa bimbang dan bingung. Hal ini dikarenakan banyaknya syubhat yang ditebarkan oleh ahli bathil yang mengombang-ambingkan mereka ke kanan dan ke kiri. Dan dengan sebab mereka tidak bertanya kepada ahli ilmu dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah.
Oleh karena itulah, aku berkeinginan untuk menulis beberapa wasiat bagi mereka yang bertaubat ke jalan salaf yang aku kira (insya Allah) bisa mengobati sebagian kebimbangan dan keterombang-ambingan yang menimpa sebagian mereka yang kembali ke jalan salaf. Dan aku berusaha untuk mempersingkat dan mempermudah kata-katanya, agar lebih mudah dipahami dan diserap. Semoga Allah yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui menjadikannya bermanfaat bagiku dan bagi mereka serta bagi semua saudaraku. Shalawat, salam, dan kerberkahan semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.
BERSAMBUNG INSYA ALLAH...
—------------------
[*] Diringkas dan diterjemahkan dari kutaib Al-Washaayaa As-Saniyah Li At-Taaibiina Ila As-Salafiyah oleh Syaikh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad Asy-Syihhi dengan di murajaah/koreksi oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Syaikh Abdul Malik Ramadhani.
http://bit.ly/2f13wKm
*******************
WASIAT EMAS BAGI PENGIKUT MANHAJ SALAF*
(Edisi 2)
✔️Wasiat pertama
Bersyukur kepada Allah atas nikmat bermanhaj salafi
Sesungguhnya ini adalah nikmat terbesar yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki dari para hamba-Nya. Maka bersyukurlah dan ingatlah:
- Berapa banyak orang yang tenggelam dalam fitnah syubhat? dia terombang-ambing ke timur dan ke barat dan tidak tahu jalan keluarnya.
- Berapa banyak orang yang terjerumus ke dalam fitnah syahwat? dia terbelenggu di dalamnya dan tidak tahu kapan dia akan selamat.
Maka bersyukurlah kepada Allah, wahai orang yang bertaubat. Ketahuilah bahwa nikmat ini hanyalah dari Allah saja, tidak ada kekuatan dan daya upaya melainkan dengan (pertolongan) dari Allah yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. Dialah yang mengasihi dan memberimu petunjuk dan tidak mewafatkan kamu dalam keadaan tenggelam dalam syubhat dan syahwat. Bagi-Nyalah segala pujian di dunia dan di akhirat.
Dialah yang memberimu petunjuk dan memudahkanmu dalam menemui orang yang bisa menunjukkanmu ke jalan/manhaj salafush shalih. Alangkah banyak nikmat-Nya kepadaku dan kepadamu. Allah berfirman:
وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ
"Dan jika kalian menghitung nikmat Allah maka kamu tidak akan dapat menghitungnya" (QS. Ibrahim : 34)
Wahai saudaraku yang telah bertaubat, janganlah kamu bersikap ujub dan terperdaya atau merasa memberi nikmat kepada Allah dengan (taubatmu itu). Allah ta'ala berfirman:
كَذَٲلِكَ ڪُنتُم مِّن قَبۡلُ فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡڪُمۡ فَتَبَيَّنُوٓاْۚ
"Begitu jugalah keadaanmu dahulu, lalu Allah memberimu nikmat maka telitilah." (QS. An-Nisa’ : 94)
Janganlah kamu mencela atau merendahkan orang lain serta yang lagi diuji dengan apa yang Allah selamatkan dirimu darinya. Akan tetapi pujilah Allah yang telah menyelamatkanmu dan Dia tidak menimpakan kepadamu apa yang telah menimpa mereka. Dan katakanlah –jika kamu melihat orang yang lagi ditimpa musibah- :
الحمد لله الذي عافاني مما ابتلاك به وفضلني على كثير ممن خلق تفضيلا
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari apa-apa yang menimpamu dan telah mengutamakanku dari kebanyakan manusia." (HR. Tirmidzi)
Berlemah lembut dan sayangilah mereka serta berharaplah agar mereka mendapat apa yang telah Allah berikan kepadamu dari kebaikan dan petunjuk.
Ketahuilah –semoga Allah memberimu taufik- bahwa harus bagimu untuk menelusuri sebab-sebab yang bisa membantu dalam memperbaiki taubatmu dengan giat serta bersungguh-sungguh, ikhlas dan jujur.
Pertama kali yang harus kamu mulai adalah........
BERSAMBUNG INSYA ALLAH...
http://bit.ly/2e2ppov
—------------------
[*] Diringkas dan diterjemahkan dari kutaib Al-Washaayaa As-Saniyah Li At-Taaibiina Ila As-Salafiyah oleh Syaikh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad Asy-Syihhi dengan di murajaah/koreksi oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Syaikh Abdul Malik Ramadhani.
******************
WASIAT EMAS BAGI PENGIKUT MANHAJ SALAF
(Edisi 3)*
✔️Wasiat kedua
Menuntut ilmu adalah pondasi dalam memperbaiki taubatmu
Ilmu adalah pondasi dalam memperbaiki taubatmu, yang demikian itu karena dua perkara...........
Baca selengkapnya:
http://bit.ly/2ezRNU0
—---------------
Ingin dapat faidah terbaru baik berupa rekaman kajian, video, tulisan, dan info kajian?
▶️ Ayo Gabung ke Instagram :
https://www.instagram.com/abdurrahmanthoyyib/
▶️ Ayo Gabung ke Channel Telegram :
https://telegram.me/abdurrahmanthoyyib
▶️ Ayo Gabung juga ke Fanspage :
https://www.facebook.com/abdurrahmanthoyyib/
Silahkan dibagikan kepada teman dan saudara yang lain. Semoga
menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di akhirat kelak.
Semoga Bermanfaat
**********************
WASIAT EMAS BAGI PENGIKUT MANHAJ SALAF
(Edisi 4)
Baca selengkapnya di:
http://bit.ly/2eVSAL9
—---------------
Ingin dapat faidah terbaru baik berupa rekaman kajian, video, tulisan, dan info kajian?
▶️ Ayo Gabung ke Instagram :
https://www.instagram.com/abdurrahmanthoyyib/
▶️ Ayo Gabung ke Channel Telegram :
https://telegram.me/abdurrahmanthoyyib
▶️ Ayo Gabung juga ke Fanspage :
https://www.facebook.com/abdurrahmanthoyyib/
Silahkan dibagikan kepada teman dan saudara yang lain. Semoga
menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di akhirat kelak.
Semoga Bermanfaat
******************
WASIAT EMAS BAGI PENGIKUT MANHAJ SALAF*
(Edisi 5)
✔️ Wasiat keempat
Janganlah mengambil ilmu kecuali dari (ulama) Ahlussunnah
Muhammad bin Sirin (seorang ulama tabi’in) rahimahullahu pernah berkata: “Sesungguhnya ilmu itu adalah agama itu sendiri, maka lihatlah (selektiflah) dari siapa kalian mengambil ilmu tersebut”.
Beliau juga berkata: Mereka (salafush shalih) dahulu tidak pernah bertanya tentang isnad (silsilah periwayat hadits) tetapi ketika terjadi fitnah, mereka berkata: Sebutkan kepada kami guru-guru kalian. Lalu dilihat, bila dia Ahlussunnah maka diambil haditsnya, tapi jika ahli bid’ah maka ditolak haditsnya." (HR. Muslim)
Pada saat sebagian mereka yang bertaubat tidak memperdulikan prinsip dan aturan ini, mereka menjadi santapan syubhat dan sasaran tipu daya orang-orang yang mengaku-ngaku salafi dan mengaku-ngaku berilmu. Tidaklah seseorang yang mengaku dirinya memiliki ilmu dan (pura-pura) menampakkan hubungannya dengan kibar/pembesar ulama’ Ahlussunnah, melainkan anda mendapatkan para pemuda yang baru bertaubat trersebut telah duduk mengelilinginya tanpa diteliti hakikat (aqidah/manhajnya) dan tanpa diperiksa sejarah hidupnya (latar belakang belajarnya). Ketika dia melihat pengikutnya sudah sangat banyak dan para pendukungnya sudah sangat menyukainya, mulailah dia menampakkan apa yang disembunyikannya dan yang diinginkannya. Anda melihatnya mulai menyeru kepada kepemimpinan dalam dakwah (hizbiyah) atau kepada persatuan (antar semua golongan) atau yang lainnya dari hal-hal yang menyelisihi prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah.
Pada waktu itulah mereka yang baru bertaubat ini mulai tampak goncang dan terpecah menjadi dua atau tiga kelompok: kelompok pendukung, kelompok oposisi, dan kelompok yang bingung.
Sesungguhnya hal ini terjadi karena dua sebab:
✔️ Pertama: Tidak adanya keinginan mereka (yang bertaubat) untuk menuntut ilmu yang bermanfaat terutama tentang prinsip-prinsip ajaran Ahlussunnah wal Jamaah [1], karena ilmu merupakan penjaga bagi pemiliknya dari ketergelinciran.
Tidakkah anda melihat bagaimana ilmu itu bisa menjaga Abu Bakrah radhiyallahu 'anhu pada waktu perang Jamal ketika mereka mengangkat ‘Aisyah Ummul mukminin –radhiyallahu ‘anha-. Sebuah hadits yang beliau dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjaga beliau dari fitnah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda –ketika mendengar kabar matinya Kisra (raja Persia) dan pengangkatan anak perempuannya (sebagai ratu) – : “Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita”. (HR. Bukhari)
Ketika terjadi fitnah beliau ingat hadits ini, maka beliau terjaga darinya, yang mana beliau berkata: Allah menjagaku dengan sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada waktu matinya Kisra, beliau bertanya: Siapa yang akan mengantikannya? Mereka menjawab: putrinya. Maka Nabi bersabda: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh wanita”. Beliau (Abu Bakrah) berkata: Ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha datang ke Bashrah aku ingat sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini, maka Allah menjagaku dengannya. (HR. Bukhari)
✔️ Kedua: Tidak merujuk kepada ulama. Seharusnya (seorang pemula) bertanya kepada ulama atau kepada muridnya dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah yang mengenal orang yang ingin diambil ilmunya. Dan bertanya: Apakah dia itu dari penuntut ilmu yang mengikuti manhaj salafi (dengan sebenarnya) atau bukan? Apakah dia itu benar-benar belajar ilmu yang benar [2] yang layak untuk diambil ilmunya atau tidak (berkompeten dalam ilmu agama)?
Jika jawabannya negatif, maka selesai perkara -alhamdulillah-. Jika jawabannya positif maka boleh menimba ilmu darinya tanpa adanya fanatik tapi ditempatkan pada kedudukannya yang layak.
Ini adalah point yang sangat penting yaitu membedakan antara ulama rabbani yang merupakan rujukan dalam masalah-masalah ilmiyah dan dalam masalah kontemporer. Seperti dua orang imam (ahlussunnah abad ini) yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz –rahimahumallah–. Dan yang masih hidup diantara mereka dari kalangan ulama rabbani seperti Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin [3], Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Syaikh kami Muqbil Bin Hadi Al-Wadi’i [4] serta yang setingkat dengan mereka dari kalangan ulama dan ahli fatwa dari Ahlussunnah wal Jamaah. Mereka itu memiliki kedudukan masing-masing. Kemudian penuntut ilmu yang dikenal akan keilmuannya dan berpegang teguhnya dengan sunnah lewat buku-buku mereka serta pujian ulama rabbani kepada mereka. Mereka itu memiliki kedudukan masing-masing. Kemudian yang dibawah mereka dari penuntut ilmu yang dikenal kesalafiyaannya serta kemampuannya dalam mengajar.
BERSAMBUNG INSYA ALLAH...
http://bit.ly/2eZrRQv
—------------------
[*] Diringkas dan diterjemahkan dari kutaib Al-Washaayaa As-Saniyah Li At-Taaibiina Ila As-Salafiyah oleh Syaikh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad Asy-Syihhi dengan di muraja’ah/koreksi oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Syaikh Abdul Malik Ramadhani.
[1] Yang dipelajari dan yang diajarkan hanyalah masalah akhlak dan keharmonisan rumah tangga.
[2] Apakah dia bisa bahasa arab? Apakah dia bisa membaca kitab-kitab ulama ahlusunnah yang berbahasa arab (bukan terjemahan)? Sungguh ironis sekali, ada dai yang mengajarkan agama Allah bahkan mengajar kitab-kitab hadits hanya lewat terjemahan. Banyak jamaah pengajian yang tertipu karena dia menghafal nomor hadits yang ada dalam kitab terjemahan tersebut, yang ulama hadits saja ketika mengajarkan hadits tidak menyebutkan nomor hadits meskipun mereka hafal redaksi haditsnya. Inilah sensasi dai yang tidak bisa bahasa arab untuk menggaet pengikutnya kepada kejahilannya. Lalu apa bedanya dia dengan dai-dai kelompok sesat seperti LDII yang mengajarkan 6 kitab hadist namun dengan terjemahan juga? Wallahu al-musta’aan.
[3] Ini ketika pengarang menulis hal ini Syaikh masih hidup, namun beliau meninggal dunia pada 15 Syawwal 1421 H.
[4] Namun belliau wafat pada 2 Jumada Al-Ula 1422 H.
*******************
WASIAT EMAS BAGI PENGIKUT MANHAJ SALAF
(Edisi 6-selesai)
✔️ Wasiat kelima
Pentingnya rujuk kepada ulama dalam masalah-masalah besar
Para ulama rabbani, merekalah yang (seharusnya) dijadikan rujukan dalam-masalah-masalah yang penting, terlebih yang berkaitan dengan kemashlahatan umat Islam. Jika anda melihat keadaan orang-orang terdahulu dari kalangan salafush shalih, anda akan mendapatkan mereka sangat bersemangat untuk rujuk kepada para pembesar ulama yang ada di zaman mereka. Terutama dalam hukum-hukum yang bersangkutan dengan tabdi’ (pembid’ahan) dan takfir (pengkafiran).
Perhatikanlah Yahya bin Ya’mar Al-Bashri dan Humaid bin Abdirrahman Al-Himyari Al-Bashri ketika muncul kelompok Qadariyah pada zaman mereka. Mereka (kelompok Qadariyah) memiliki penyimpangan-penyimpangan terhadap prinsip-prinsip ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang mengharuskan pengkafiran atau pentabdi’an mereka dari lingkaran Ahlussunnah wal Jamaah. Tapi kedua orang (tabi’in) itu tidak tergesa-gesa menghukumi mereka bahkan keduanya pergi kepada ulama dan ahli fatwa yang merupakan rujukan (pada waktu itu) yaitu Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhuma. Kemudian keduanya menceritakan kepada beliau tentang apa yang terjadi dan beliau berfatwa akan kesesatan kelompok Qadariyah dan penyimpangan mereka. Yahya bin Ya’mar berkata: Orang pertama yang berbicara (menyimpang) tentang qadar/takdir di Bashrah adalah Ma’bad Al-Juhani. Aku dan Humaid bin Abdirrahman Al-Himyari pergi haji atau umrah dan kami berkata: Apabila kami bertemu dengan salah seorang dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kami akan bertanya tentang apa yang dikatakan oleh kelompok Qadariyah tentang takdir.
Lalu kami bertemu dengan Abdullah bin Umar bin khaththab radhiyallahu 'anhuma saat beliau masuk masjid. Kami pun mengiringi beliau, salah satu dari kami berjalan disamping kanan beliau dan yang lain disamping kiri. Aku kira temanku akan menyerahkan perkara (menjadi jubir) ini kepadaku, maka akupun berkata: Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya telah muncul di tempat kami orang-orang yang membaca Al-Qur’an, mempelajari ilmu, tapi mereka mengingkari takdir dan mereka beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi tidak ditakdirkan Allah dan tidak diketahui-Nya kecuali setelah terjadi. Beliau berkata: Jika anda bertemu dengan mereka maka beritahukan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan merekapun berlepas diri dariku. Dan demi Allah, seandainya salah seorang dari mereka menginfakkan emas sebanyak gunung Uhud tidaklah Allah akan menerimanya sampai mereka beriman dengan takdir." (HR. Muslim)
Lihatlah Zubaid bin Harits Al-Yami pada saat muncul Murji’ah pada waktunya, dia melihat bahwa penyimpangan mereka terhadap prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah mengharuskan mereka keluar dari golongan Ahlussunnah wal Jamaah. Tapi beliau tidak cepat-cepat menghukuminya tapi dia pergi kepada ulama dan ahli fatwa yang merupakan tempat rujukan yang pernah menimba ilmu dari pembesar sahabat yaitu Abu Wail Syaqiq bin Salamah Al-Asadi Al-Kufi. Beliaupun menceritakan apa yang terjadi lalu Abu Wail berfatwa dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebathilan syubhat murjiah dan penyimpangan mereka dari jalan Ahlussunnah. Zubaid berkata: ketika muncul Murjiah aku mendatangi Abu Wail lalu aku ceritakan hal ini kepada beliau lalu beliau berkata: menceritakan kepadaku Abdullah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Mencela orang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika anda membandingkan keadaan mereka bersama para ulama dan ahli fatwa di zaman mereka dengan keadaan kebanyakan orang-orang yang lagi bingung dalam bertaubat pada zaman kita sekarang, maka anda akan mendapatkan perbedaaan yang sangat jauh sekali.
Mereka sangat bersemangat dalam menjalankan ketentuan ini. Mereka tidak tergesa-gesa dalam menghukumi orang yang kelihatannya menyimpang pada zaman mereka sampai mereka memaparkannya kepada ahli ilmu dan fatwa dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah. Ketika mereka mendengar fatwa ulama, merekapun memegangnya erat-erat dan menjauhi orang-orang yang menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.
Adapun pada saat ini, sedikit sekali anda mendapatkan orang yang bersemangat (menjalankan) ketentuan ini. Bahkan anda mendapati sebagian mereka cuek terhadap perkataan ulama dan ahli fatwa dalam mentahdzir (memperingatkan umat) dari ahli bid’ah dan ahwa’/hawa nafsu. Dan bahkan mereka memerangi fatwa ulama serta menyelewengkannya. Kita memohon kepada Allah keselamatan dan ‘afiyah.
SELESAI
—------------------
[*] Diringkas dan diterjemahkan dari kutaib Al-Washaayaa As-Saniyah Li At-Taaibiina Ila As-Salafiyah oleh Syaikh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad Asy-Syihhi dengan di murajaah/koreksi oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Syaikh Abdul Malik Ramadhani.
http://bit.ly/2fjz0aY
Komentar
Posting Komentar